BPS: Neraca Dagang RI Surplus US$2,09 Miliar pada Mei 2020

CNN Indonesia
Senin, 15 Jun 2020 11:44 WIB
Suasana aktivitas bongkar muat di Jakarta International Container Terminal, Jakarta Utara,  Rabu (5/9). Menurut pekerja, dampak kenaikan nilai kurs dolar AS yang tembus Rp.15.000 saat ini tidak terlalu berpengaruh dalam aktivitas bongkar muat ekspor/impor di JICT. Memperkuat produksi dalam negeri untuk ekspor merupakan salah satu langkah penguatan nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap nilai kurs dolar yang mencapai Rp. 15.000 saat ini.
BPS mencatat secara total neraca dagang RI surplus US$4,31 miliar hingga Mei 2020. Namun, surplus dikarenakan kinerja ekspor dan impor negatif. (CNN Indonesia/Hesti Rika).
Jakarta, CNN Indonesia --

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia surplus US$2,09 miliar secara bulanan pada Mei 2020. Realisasi tersebut lebih baik dari defisit US$350 juta pada April 2020 dan surplus US$210 juta pada Mei 2019.

Secara total, neraca perdagangan surplus US$4,31 miliar pada Januari-Mei 2020. Realisasi ini lebih baik dari defisit US$2,14 miliar pada Januari-Mei 2019.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Terciptanya surplus ini kurang menggembirakan karena ekspor tumbuh negatif, begitu juga impor turun curam," ungkap Kepala BPS Suhariyanto pada Senin (15/6).

ADVERTISEMENT

Ia mengatakan surplus terjadi karena nilai ekspor mencapai US$10,53 miliar atau turun 13,4 persen dari April 2020. Sementara, nilai impor hanya mencapai US$8,44 miliar atau anjlok 32,65 persen dari bulan sebelumnya.

Secara rinci, kinerja ekspor ditopang oleh ekspor minyak dan gas (migas) mencapai US$10,53 miliar atau naik 15,64 persen dari bulan sebelumnya. Sementara ekspor nonmigas sebesar US$9,58 juta atau turun 14,81 persen.

Peningkatan nilai ekspor migas terjadi karena harga ICP naik dari US$22,6 menjadi US$25,67 per barel atau meningkat 24,25 persen. Begitu juga dengan harga batu bara turun 10,41 persen, minyak sawit turun 5,75 persen, dan juga minyak kernel,

"Sementara komoditas yang harganya meningkat adalah tembaga, nikel, timah, coklat, emas, dan karet," katanya.

Penurunan ekspor nonmigas terjadi karena ekspor industri pertanian turun 16,97 persen menjadi US$240 juta. Lalu, industri pengolahan melemah 14,92 persen menjadi US$8,31 miliar.

Begitu pula dengan nilai ekspor industri pertambangan melorot 13,7 persen menjadi US$1,33 miliar. Penurunan nilai ekspor ketiga industri disumbang oleh turunnya ekspor logam mulia, perhiasan/permata, bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan/nabati, karet dan barang dari karet, serta alas kaki.

"Sementara yang naik adalah besi dan baja, kertas, karton, dan barang daripadanya, bijih kerak dan abu logam, pakaian dan aksesorisnya, dan tembakau dan rokok," katanya.

Secara total, kinerja ekspor non migas masih menopang sekitar 93,18 persen dari total ekspor Indonesia pada bulan lalu.

Berdasarkan negara tujuan ekspor, peningkatan nilai ekspor nonmigas terjadi ke Australia US$46,2 juta, Mesir US$21,9 juta, Spanyol US$15,7 juta, Ukraina US$14,7 juta, dan Kamboja US$8,8 juta. Sementara nilai ekspor turun dari Singapura US$335,8 juta, Jepang US$215,7 juta, AS US$206,6 juta, Swiss US$139,3 juta, da Taiwan US$131,9 juta.

Secara kumulatif, ekspor Januari-Mei 2020 sebesar US$64,46 miliar. Kinerja ini turun 5,96 persen bila dibandingkan Januari-Mei 2019 sebesar US$68,64 miliar.

Khusus untuk ekspor nonmigas, turun 3,5 persen dari US$63,18 miliar menjadi US$60,97 miliar. Peningkatan ekspor nonmigas disumbang oleh bahan bakar mineral yang mencapai 13,34 persen dari total ekspor serta lemak dan minyak hewan nabati 12,32 persen.

Dari sisi impor, impor migas sebesar US$8,44 miliar atau merosot 23,04 persen dari US$12,54 miliar. Sementara impor nonmigas senilai US$7,78 miliar atau anjlok 33,36 persen dari US$11,68 miliar.

"Impor memang biasanya meningkat di ramadan dan turun di Idulfitri," imbuhnya.

[Gambas:Video CNN]

Penurunan impor nonmigas berasal dari barang konsumsi mencapai 23,08 persen menjadi US$930 juta. "Penurunan impor barang konsumsi, yaitu mesin AC, jeruk mandarin dari China, kurma karena Idulfitri sudah berlalu, dan mesin cuci," tuturnya.

Kemudian, impor barang baku/penolong melorot 34,66 persen menjadi US$6,11 miliar. Penurunan dari bahan baku handphone, gula mentah, gandum, dan kacang kedelai.

Lalu, impor barang modal merosot 29,01 persen menjadi US$1,39 miliar. Secara struktur, impor didominasi oleh barang baku/penolong mencapai 72,42 persen dari total impor.

Berdasarkan kode HS, penurunan impor berasal dari mesin dan peralatan mekanis, mesin dan perlengkapan elektrik, besi dan baja, serta plastik dan barang dari plastik. Sementara, komoditas yang naik impornya adalah kendaraan udara dan bagiannya, kapal, perahu, dan struktur terapung, pakaian dan aksesoris, serta kereta, trem dan bagiannya.

Berdasarkan negara asal impor, penurunan impor terjadi dari China US$1,41 miliar, Jepang US$672,4 juta, Thailand US$321,3 juta, Korea Selatan US$199,2 juta, dan Taiwan US$157,6 juta. "Impor dari negara-negara utama banyak mengalami penurunan," jelasnya.

Peningkatan impor nonmigas terjadi dari Afrika Selatan US$54,5 juta, Rusia US$335, juta, Cheska US$25,3 juta, Israel US$19,5 juta, dan Guatemala US$14,2 juta.

Secara kumulatif, kinerja impor Januari-Mei 2020 sebesar US$60,15 miliar atau terkoreksi 15,55 persen dari Januari-Mei 2019 sebesar US$71,32 miliar. Khusus impor nonmigas, turun 14,1 persen dari US$53,29 miliar menjadi US$62,04 miliar.

(uli/bir)
REKOMENDASI UNTUK ANDA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER