Aturan di Sekolah Hambat Sikap Toleransi pada Siswa

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Rabu, 25 Mei 2016 02:50 WIB
Federasi Serikat Guru Indonesia menilai sekolah tak bisa memaksakan siswa untuk memiliki pemahaman yang sama pada satu agama tertentu.
Federasi Serikat Guru Indonesia menilai sekolah tak bisa memaksakan siswa untuk memiliki pemahaman yang sama pada satu agama tertentu. (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah aturan di sekolah dianggap menghambat sikap toleransi beragama di kalangan siswa. Adanya aturan wajib mengenakan pakaian muslim pada hari Jumat dianggap tak sesuai diterapkan di beberapa sekolah negeri.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan, aturan yang dibuat sekolah bagi siswa itu cenderung tak masuk akal.

"Kalau memang mau buat aturan wajib pakaian muslim ya buat saja sekolah agama. Kalau di sekolah negeri mau menerapkan seperti itu ya enggak bisa," ujar Retno dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (24/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia juga mengkritik adanya aturan wajib membaca Al-quran sebelum memulai pelajaran di beberapa sekolah negeri. Menurutnya, sekolah tak bisa memaksakan siswa untuk memiliki pemahaman yang sama pada satu agama tertentu.

Hal inilah, kata Retno, yang belum banyak dilakukan oleh guru saat mengajar di sekolah. Dia menyebutkan, pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang mestinya menjadi sarana untuk mengajarkan sikap toleransi pada siswa, justru bertentangan karena guru menggunakan kitab suci sebagai pembenaran atas apa yang mereka ajarkan di sekolah.

ADVERTISEMENT

"Kita ini harusnya membangun toleransi. Kalau ada siswa yang berbeda pandangan jangan disalahkan. Biarkan bersikap terbuka, kalau salah baru diluruskan," katanya.

Namun Retno meyakini sebagian besar siswa SMA saat ini masih memiliki sikap toleransi beragama pada orang lain. Hal ini sesuai dengan penelitian Setara Institute tentang tingkat toleransi pada siswa SMA di Jakarta dan Bandung tahun 2016.

Hasil survei dari 760 responden siswa menunjukkan 61,6 persen siswa memiliki sikap toleransi, 35,7 persen siswa memiliki sikap intoleran pasif atau sebatas pikiran, 2,4 persen siswa memiliki sikap intoleran aktif atau sampai pada tahap tidak suka, dan 0,3 persen berpotensi menjadi teroris.

Survei ini dilakukan secara acak di 106 sekolah di Jakarta dan 65 sekolah di Bandung. Sebagian besar responden beragama Islam dengan proporsi 57 persen laki-laki dan 43 persen perempuan.

Peneliti Setara Institute Aminuddin Syarif mengatakan, pertanyaan dalam penelitian ini meliputi kecenderungan sikap siswa pada orang yang berbeda agama hingga pandangannya terhadap organisasi Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS).

"Ternyata ada juga siswa yang mendukung ISIS. Setelah kami lihat kegiatannya mereka mengikuti kegiatan mentoring agama," ucap Aminuddin.

Kendati demikian, dia tak dapat menyimpulkan kegiatan yang diikuti siswa tersebut serta merta berpengaruh pada pandangan tentang ISIS. Untuk mengetahui hal itu, menurutnya, harus dilakukan wawancara mendalam pada siswa.

"Penelitian ini kan hanya melalui kuesioner. Jadi harus wawancara mendalam kalau ingin meneliti tentang sikap siswa ini," ucapnya.

Sikap toleransi siswa ini juga ditunjukkan dengan hasil survei yang menunjukkan bahwa 81 persen siswa menolak adanya organisasi agama yang ingin mengganti Pancasila sebagai dasar negara, 85,2 persen siswa menolak adanya pelarangan pendirian rumah ibadah, 79,4 persen siswa menolak adanya pihak yang melakukan kekerasan dalam mempetjuangan keyakinannya, dan 74,4 persen siswa menolak kelompok yang mengkafirkan agama lain.

"Sebagian besar siswa juga tidak mempertimbangkan agama sebagai variabel untuk menentukan preferensi politiknya," tuturnya.

Meski demikian, Aminuddin tetap menginginkan pemerintah memastikan kualitas kurikulum yang sesuai untuk penguatan toleransi siswa di sekolah. Sebab adanya aturan seperti wajib mengenakan pakaian muslim itu diyakini justru membatasi sikap toleransi antarsiswa di sekolah.

"Pemerintah juga harusnya memberikan pelatihan pada guru untuk mengajarkan perilaku toleran pada siswa. Karena guru ini kan yang membentuk karakter utama pada siswa," kata Aminuddin. (gir/gir)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI UNTUK ANDA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER